Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga menyatakan nikel merupakan komoditas strategis Indonesia yang penting bagi ekonomi nasional, sekaligus dalam kaitannya sebagai sumber daya yang tidak terbarukan. Hal tersebut disampaikan Jerry menyikapi gugatan Uni Eropa di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) soal kebijakan pemerintah Indonesia yang melarang ekspor nikel. "Indonesia berhak mengatur perdagangan sumber daya sumber daya strategisnya. Apalagi itu ada kaitannya dengan kepentingan masyarakat yang lebih luas dan kepentingan ekonomi yang berkelanjutan juga," kata Jerry, Jumat (19/11/2021).
Nikel menjadi salah satu bahan untuk membuat baterai berbagai peralatan, termasuk mobil listrik yang tengah menjadi tren dunia, dan Indonesia penghasil nikel utama di dunia. Pemerintah pun berupaya mengoptimalkan kontribusi nikel bagi perekonomian dan kepentingan nasional. "Jadi tujuannya agar kita bisa mengelola dengan lebih baik melalui hilirisasi industri bahan tambang mentah sesuai arahan Presiden Jokowi," ucapnya.
"Ini sebenarnya juga mencerminkan kepentingan dunia internasional yaitu agar pemanfaatan sumber daya yang terbatas dan tidak terbarukan bisa memberikan dampak positif dalam jangka panjang," sambung Jerry. Dengan upaya melawan gugatan terhadap pembatasan ekspor nikel, Jerry berharap industri berbasis nikel juga bisa tumbuh dengan memanfaatkan momentum ini. Ia pun menyebut, Kemendag mendukung penuh dari Kemenko Marves, Kemenko Perekonomian, Kementerian Luar Negeri, Kementerian ESDM, BKPM, Kejaksaan Agung dan lain lain, juga perwakilan Indonesia di WTO dan Uni Eropa dalam melawan gugatan.
"Saya merasakan makin kuatnya koordinasi, sinergi dan kolaborasi lintas kementerian dan lembaga dari tahun ke tahun. Ini semakin menguatkan teamwork yang solid dalam melawan gugatan dari Uni Eropa," paparnya. Indonesia saat ini tengah menghadapi gugatan Uni Eropa di WTO terkait kebijakan larangan ekspor bijih nikel. Gugatan Uni Eropa berawal dari terbitnya kebijakan pemerintah melarang ekspor nikel dalam bentuk bahan mentah (raw material) sejak 2020.
Kebijakan tersebut dianggap melanggar Artikel XI GATT tentang komitmen untuk tidak menghambat perdagangan. Pemerintah pun memutuskan untuk melawan gugatan Uni Eropa atas sengketa DS 592 Measures Relating to Raw Materials tersebut.